Kamis, 27 November 2014

ulumul Qur an (i'lm Al Khat)

BAB I
PENDAHULUAN
Al-quran merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia tidak hanya bagi orang-orang Islam saja. Al-quran dalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Tepatnya  pada tangga 17 ramadhan di gua hira’ dan ayat pertama yang diturunkan allah melalui malaikat Jibril adalah surat al-alaq yang berisikan tentang perintah membaca.
Setelah al-quran diturunkan secara berangsur-angsur, semakin lama-lama semakin bertambah ayat-ayat al-qur-an yang diterima oleh nabi, sehingga untuk memelihara al-quran rasulullah Saw. Meminta para sahabat untuk menghafal ayat tersebut, pemeliharaan al-quran dengan cara menghafal sangatlah tepat, mengingat tradisi masyarakat arab sangat kuat dalam hal hafalan. Hal itulah hal pertama yang dilakukan oleh rsulullah untuk memelihara al-quran.
Kemudian pada masa selanjutnya rasulullah memerintahkan para sahabat agar al-quran tersebut ditulis sehingga pemeliharan terhadap al-quran akan menjadi lebih baik, pada saat itu atas perintah nabi maka ditulislah apa yang diperdengarkan oleh rasulullah kepada sahabat, dan setelah ditulis, para sahabat membacanya kembali untuk membuktikan kesamaan apa yang disampaikan rasul sama dengan apa yang ditulis oleh para sahabat. Media penulisan pada saat itu menggunakan pelepak kurma, batu dan kulit onta.
Huruf yang ditulis pada saat itu pun berbeda dengan yang kita lihat sekarang, ddari tinjauan historis yang dilakukan oleh para peneliti tentang ulumul qur-an penulisan al-quran mengalami perbaikan dan berkembang secara pesat dikalangan masyarakat islam, huruf atau khat-khat yang di gunakan pun semakin bervariasi, dan semakin membuat umat islam mudah dalam membaca alquran.
Berangkat dari itu maka pemakalah tertarik untuk membahas tentang ilmu khat dalam al-qur-an yang dari masa rasulullah terus menurus mengalami perubahan, tentunya perubahan yang dimaksud tidak mengubah isi al-quran itu sendiri, hal ini semakin menarik dalam pembahsan ini mengingat bahwa masyarakat arab sebelum kedatangan Islam tidak banyak yang mampu dalam hal tulis menulis itu sendiri, termasuk nabi yang merupakan seorang ummi

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Cikal bakal bahasa Arab

            Orang yang pertama yang pertama menciptakan tulisan menurut riwayat ialah nabi adam as. 300 tahun sebelum beliau wafat. Nabi Adam menulis dalam tanah liat, kemudian beliau mencetaknya setelah menyebar mengenai tanah maka seluruh kaum memperoleh tulisannya masing-masing, dan nabi Ismail bin Ibrahim mendapatkan Tulisan Arab.[1]
Menurut syekh Abu Abdullah al-Zanjanni, orang mesir kuno mempunyai tiga jenis tulisan, yaitu tulisan hiegrolif, herotik dan demotik, dalam sejarah  dari ketiga jenis tulisan tersebut yang dimiliki oleh mesir kuno itu, demotiklah yang dianggap bagian paling penting sebagai embrio munculnya  Khat (tulisan) Arab arab karena demotik ini dipakai oleh masyarakat umum.
Tulisan demotik dianggap sebagai perkembangan tahap awal tulisan Arab. Tulisan ini di jiplak oleh orang Phonesia yang mendiami kawasan dekat daratan kan’an di tepi laut tenganh. Untuuk keperluan dagangnya orang phonesia ini kemudian menambah atau mengotak atik tulisan tersebut ada bebrapa huruf yang telah di modifikasi oleh orang Phonesia .
Para sejarawan  Arab mengakui yang bahwa bahasa memang berasal dari penduduk anbar dan hirah, yang tingggal di Jazirah Arab, meskipun orang-orang anbar dan hirah bukan pencipta tulisan namun mereka mengambil tulisan tersebut dari suku Kahlan yang tinggal di selatan Jazirah Arab dan dari orang Nabty. Bangsa Nabty ini pernah mempunyai kerajaannya sangat besar yaitu dari Damaskus hingga Terusan Suez.[2]
Para sejarawan arab juga sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa tulisan arab tersebut didapat dari seorang yang bernama Harb Bin Ummayyah bin Abu al-Syams di kota mekkah, dan Harb ini belajar kepada Bisyr bin Abd al-Malik saudara Ukaidir, yaitu tokoh Daumantu al-jandal. Sampai  Islam datang telah banyak orang-orang Mekkah yang telah mengenal tulisan, namun tidak sedikit pula penduduk yang belum mengetahu, bahkan nabi sendiri pada saat itu masih dalam keasaaan (ummiy) yaitu belum mampu melakukan baca tulis.
Teori yang berkembang dikalangan sarjana muslim bahwa bangsa arab adalah bangsa yang manyoritasnya buta aksara dan jahil, ada pendapat yang mengatakan  bahwa terdapat bukti atau prasasti dalam bentuk tulisan di Arabia sebelum kedatangan Muhammad Saw. Hal ini membuktikan bahwa bangsa arab memang sudah mampu menulis pada saat itu, pendapat tersebut diperkuat lagi oleh keberadaan kota Mekkah yang merupakan central perdagangan. Secara otomatis masyarakat akan belajar tradisi-tradisi tersebut dari bangsa atau suku-suku lain yang ikut berdagang, kemudian mereka membawa pulang tradisi tersebut kekampung halaman.[3]
Ada juga argumen yang mengatakan bahwa kehidupan orang Arab Hijaz seperti kehidupan orang-orang  Badui yang sering melakukan perjalanan dan berpindah-pindah tempat sehingga mereka tidak memikirkan tentang seni karena tidak pernah menetap. Kebanyakan dari mereka melakukan perjalanan ke Syam dan Irak untuk berdagang, kemudian mereka terpengaruh dengan budaya orang-orang di sana dan belajar kepada orang irak dan Syam. Khat Nabthi dan khat Suryani adalah yang pertama mereka pelajari, khat ini masih eksis sampai islam melakukan penaklukkan [4]
Setelah khat Nabthi, muncullah khat Naskhi yang sekarang sudah dikenal dan masih tetap ada. Setelah Khat Suryani, muncullah khat Khufi yang diberi nama khat Heiri yang dinisbahkan kepada sebuah kota kuno Arab yang berdekatan dengan Kuffah. Maka khat itu beruabah nama menjadi khat khufi Karena perubahan khat suryani itu terjadi di Heirah. Sejak lama  khat ini dikenal dan dipakai oleh bangsa Arab. Kemudian khat Nabthi yang berubah menjadi khat Naskhi mulai dipelajari oleh orang-orang Arab dari orang-orang Hur disela-sela perdagangan ke Syam. Sementara khat Heiri atau khufi dipelajari dari orang-orang Irak. 
Kemudian ada juga para sejarawan arab yang berpendapat bahwa khat masuk ke mekkah melalui melalui Harb bin Ummayyah bin Abdu-Syam yang belajar dari beberapa orang pada ia melakukan pertualangannya, diantaranya dari Bisyr bi Abdul Malik saudara ukaidir, Tokoh Daumatul Jandal. Bisyr datang ke Mekkah menikah dengan anaknya dan mengajari cara menulis kepada beberapa penduduk Mekkah.[5]
Pada zaman Nabi Muhammad Saw dan para sahabat, Penulisan al-Qur-an belum menggunakan baris atau dipilah dalam bentuk juz-juz, penomorannya pun baru ada jauh setelah itu.[6] Karena khat yang dikutib dari suryani dan nabthi oleh orang-orang Arab tidak menggunakan titik. Bahkan sampai sekarang khat tersebut belum tidak menggunakan titik. Orang arab sampai pertengahan abad pertama menulis tanpa titik. Setelah itu barulah khat Arab diberi tanda kasrah dan fathah.[7]
B.     Pengertian Khat
Khat merupakan salah satu daripada hasil kesenian yang indah dan halus. Seni ini lahir dan berkembang dalam penulisan Arab dan terkandung dalam ruang lingkup peradaban Islam. Setelah kehadiran Islam, penulisan Arab telah memasuki tahap perkembangan yang begitu cepat. Pada abad pertama dan kedua Hijrah, khat merupakan salah satu ciri untuk memperindah sesuatu penulisan. Melalui khat, sesuatu maksud dapat diungkapkan. Khat turut menjadi unsur penting daripada cabang-cabang kesenian yang masih terpelihara hingga ke hari ini.
Khat ialah perkataan Arab yang bermaksud garisan. Seni khat bermaksud garisan indah yang membentuk tulisan. Ia juga bermaksud tulisan-tulisan (kitabah) yang terikat dengan peraturan dan kaedah yang telah dikaji dan ditentukan oleh mereka yang terlibat dengan kemajuan seni. Tulisan-tulisan Arab pula mempunyai nilai dan kaedah tertentu yang mempunyai estetika yang tinggi. Seni khat bukan sekadar wacana penyampai maklumat tetapi mengandungi nilai-nilai abstrak yang disimpulkan dengan kehalusan, kelembutan, kesinambungan, perhubungan, pergerakan, keharmonian dan sebagainya
C.    Sejarah Perkembangan Khat
Pada awal abad ketujuh Masehi, terjadi sedikit perkembangan tulisan dikalangan Masyarakat Jazira Arabia.  Tulisan sederhana (belum sempurna) telah ada, seperti bukti temuan-temua arkeologis (prasasti pada batu, pilar, dan sterusnya) di Jazirah Arab. Selain itu juga terdapat tulisan seperti pada papirus dan kertas kulit, itulah bukti bahwa orang-orang Arab pada saat itu sudah mengenal seni tulis. Namun tak banyak di praktekkan oleh orang-orang pada zaman nabi Muhammad. Meskipun sebahagian sahabat dan keluarganya dapat membaca dan menulis, tapi nabi sendiri tidak memiliki kepadaian tersebut.[8]
Huruf-huruf abjad Arab, sampai awal abad ke tujuh Masehi dibuat secara terpisah, seperti lazimnya dalam tulisan ibrani dan semit lainnya. Beangasur-angsur aturan ditetapkan untuk menggabungkan huruf-huruf tersebut, kemudian titik ditambah untuk membedakan huruf-huruf tersebut yang penyampaiannya dalam satu bentuk seperti ت ب ث  dst. Kemudian juga dilakukan Penambahan tanda vokal terhadap tulisan-tulisan atau khat tersebut.
Perkembangan selanjutnya dalam penulisan khat Al-Quran ialah pengembangan khat Khufi di Irak pada paruh kedua abad ke abad kedelapan Masehi . tulisan ini dianggap telah berkembang dari pendahulu Aram dan Syiria. Ragam tulisan ini khusunya polpuler di sekitar Mekkah dan Madinah pada pertama-tama periode Islam. Selama beberapa abad tulisan ini digunakan untuk menyalin Al-Quran. Pada Abad ke sepuluh wazir dan Ibn Muqlah memperbahrui  dan mensistemasi penulisan  arab kursif. Dari abad ke sebelas, meskipun khat khufi terus digunakan untuk penulisan ornamen manuskrik, dekorasi objek kecil dan arsitektural namun lebih menonjol pemakaian khat yang disebut Naskhi. Kemudian ibn Al-Bawwab juga menciptakan tulisan yang lebih anggun, ia dianggap telah mengawali penggunaan tulisan untuk salinan Al-Quran dan Al-quran tertua yang masih ada masih ada dalam bentuk khat naskhi.[9]
Perkembangan selanjutnya, setiap tulisan siku dan bulat yang beragam itu menunjukkan gaya tertentu dan membawa nama tersendiri seperti, tsulut, naskhi, muhaqqaq, riqa’i, raihani, tauqi dst. Salah satu tulisan bulat terpenting yang dikembangkan yang dipakai di semua wilayah dunia muslim adalah tsulut.

D.   Penulisan Al-Qur’an
  1. Pada masa ini Rasulullah mengangkat beberapa orang untuk dijadikan sebagai jurutulis, diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Alat yang digunakan masih sangat sederhana.[10]
  2. Masa Abu Bakar Ash-Shidiq
                Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah maka banyak terjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan perpecahan dan meresahkan umat Islam, seperti gerakan keluar dari agama Islam yang dipimpin Musailamah Alkadzab,  maka terjadilah peperangan, yang umat Islam sendiri dipimpin oleh Khalid bin Walid. dalam perang itu menimbulkan banyak korban dari pihak Islam yaitu 700 orang sahabat yang hafal Alquran terbunuh kemudian setelah kejadian itu mendorong umat agar Abu Bakar membukukan Al-Quran dan kemudian diutuslah Zaid bin Tsabit sebagai penulis penghimpun Al-Qur’an. Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an itu terjadi setelah perang Yamamah pada tahun 12 H.[11]
  1. Masa Usman Bin Affan
            Motif pengumpulan pada masa Utsman adalah karena banyaknya perbedaan cara membaca Al-Qur’an, sedangkan dalam perbedaan dari segi cara dan cara pengumpulan yang dilalukan pada masa Utsman adalah menyalinnya dalam satu dialek dengan tujuan  untuk mempersatukan kaum muslimin.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)      Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
b)      Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali dihadapan nabi pada saat-saat terakhir.
c)       Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman.
d)      Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun
e)      Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan. Misalnya yang ditulis dimushaf sebagian sahabat juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh didalam mushaf. [12]
                                Mushaf abu bakar yang disalin dari suhuf-sihuf pada masa rasulullah kemudian disimpan di rumah Hafsah Ummu al-mukminin kemudian di salin ulang pada mas khalifah usman bon Affan dalam enam naskah kemudia dikirim ke Basrah, kuffah, Syam, Makkah, tinggal di madinah satu naskah untuk umum dan satu lagi ditangan usman bin affan, inilah yang disebut dengan Mushaf rasm Utsmani kemudian kaum muslimin memperbanyak sendiri di daerah masing-masing[13]
                        Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, terjadi perkembangan rasm ustmani yang sangat cepat, hal ini terlihat pada saat perang Siffin berlangsung, tepat ketika terjadi peristiwa tahkim yaitu pengangkatan mushaf sebagai tipu daya damai, mushaf yang diangkat pada saat peristiwa itu berlangsung berjumlah 500 mushaf. Waktu antara pengangkatan mushaf tersebut dengan waktu penulisan rasm Usmani adalah 7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pemasyarakatan rasm Usmani sangat cepat perkembangannya.[14]


E.     Jenis-Jenis Khat
  1. Khat kufi                                                                     2. Khat Naskhi

                                                                                      







2.      Khat tsulut                                                                   4. Khat Farisi
                                                                                            





                                                     
5. khat Riq’ah






  1. Cara Penulisan Mushaf Rasm ‘Usmani
1.      Pengertian Al-Hazf
Pengertian Al-Hazf menurut bahasa mengandung arti membuang, dalam ilmu rasm Al-Qur-an ini bukan dengan arti huruf itu tercantum dalam tulisan kemudian di buang, tetapi maksud istilah kata hazf, huruf-hurf tersebut tidak dicantumkan  tulisannya dalam Mushaf ‘Usmani tetapi wajib di ucapkan dalam bacaan. Seperti kata ملك  ditulis tiga huruf yang disebut dengan hazf  alif  karena diantara huruf mim dan huruf lam dibaca oleh 4 orang Imam yaitu Imam Asim, Kisa’i, Ya’kub dan khalaf dengan bunyi alif  tetapi alif tersebut tidak dicantumkan dalam Mushaf ‘Usmani. Sedangkan selain mereka membacanya dengan tidak berbunyi alif. Untuk menunjukkan qira’at yang dibaca dengan bunyi alif maka ditandai antara huruf mim dan lam dengan alif kecil.[15]
2.      Pembagian al-Hazf
a.      Hazf Isyarah
Hazf isyarah adalah tulisan (rasm) yang tertampung di dalamnya qiraat seperti
واد وعد نا)) al-Baqarah (2:51) dibaca dengan alif antara waw dan ain. Dan dalam qira’at lain dibaca dengan membuang alif antara waw dan ‘ain. Dibuang alif dalam tulisan tersebut untuk mengisyaratkan adanya qiraat lain yang dibaca dengan mebuang alif pada kata tersebut diletakkan alif kecil diantara huruf waw dan huruf ‘ain. Hazf isyarah itu tidak disyaratkan qiraatnya harus mutawatir bahkan qiraat syaz sekalipun karena boleh jadi qiraatnya tidak syaz ketika ditulis dalam Mushaf ‘Usmani.
b.      Hafz Ikhtisar
Hafz Ikhtisar (الثقليل) tidak dikhususkan pada kata yang tertentu saja tetapi termasuk juga pada membuang huruf pada kosa kata yang sama dengan tujuan berulang pada kata yang lain seperti membuang alif pada jamak muzakkar al-Salim (صدقين dan  خشعون).
c.       Hazf Iqtisar
Hazf Iqtisar yaitu pembuangan huruf ditentukan pada satu kata yang tertentu atau beberapa kata dan tidak termasuk kata yang sama secara keseluruhan seperti membuang alif pada kata (الميعد)  khusus dalam Surat al-Anfal (8:42), kata (اكفرو) khusus dalam Surat al-Radd (13:42) saja. Huruf yang tidak tercantum dalam  mushaf itu ada lima macam, alif, waw, ya, lam dan nun.[16]
Al-Suyuti menjelaskan bahwa di antara pokok-pokok bahasan rasm Usmani dapat dikelompokkan ke dalam enam kaidah, yaitu:
  1. Tentang membuang huruf ( حذْف الحروف ).
Di antara pembahasan rumusan kaidahnya adalah bahwa semua lafal كتاب ditulis dengan membuang huruf alif sesudah huruf ta‘, kecuali di empat tempat, yaitu:
·         لكل أجل كتاب   Q.S. Al-Ra’d (13) : 38.
·         كتاب معلوم      Q.S. Al-Hijr (15) : 4.
·         من كتاب ربك   Q.S. Al-Kahfi (18) : 27.
·         وكتاب مبين      Q.S. Al-Naml (27) : 1.
  1. Tentang penambahan huruf ( زيادة الحروف )
Di antara penambahan huruf yang dapat dirumuskan dalam suatu kaidah, yaitu bahwa sesudah waw al-Jam’ diakhir fi’l, harus ditambah alif, kecuali  جاءو – عتو -باءو – سعو yang terdapat dalam Q.S. Saba’ (34) : 5[17] dan  تَبَوَّءُوْ
  1. Tentang penulisan Hamzah.
Di antara penulisan huruf yang dirumuskan dalam kaidah adalah bahwa huruf hamzah al-Mutaharrikah pada akhir kata penulisannya dibuang(tidak ditulis) misalnya دفء – شىء[18], kecuali pada lafal  لتَنُوْأُ  (Q.S. al-Qasas {28} :76) dan  أن تَبُوأ(Q.S. al-Maidah {5}: 29)
  1. Tentang penggantian huruf ( البدل )
Di antara penggantian huruf yang dirumuskan dalam kaidah adalah bahwa semua alif pada lafal الحياة – الزكاة  – الربا dan الصلاة yang tidak di-mudaf-kan, diganti dengan waw, begitu juga lafal  مناة – مشكاة  – الغداة dan النجاة (menjadi – الحيوة مشكوة منوة الغدوة الصلوة الربوا الزكوة dan النجوة).


  1. tentang wasl dan fasl.
Di antara wasl (disambung) dan fasl (terpisah) yang dirumuskan dalam kaidah adalah bahwa:
·         Semua lafal إمَّا yang dibaca kasrah hamzahnya, ditulis dengan wasl kecuali yang di Q.S. al-Ra’d (13) : 40, sebab ia ditulis fasl, yakni وإنْ مَانُرِيَنَّـكَ
·         Semua أيْنَ مَا ditulis dengan fasl, kecuali yang terdapat pada Q.S. al-Naml (27) : 76 dan yang di Q.S. al-Baqarah (2) : 115
  1. Tentang lafal yang mempunyai dua macam qira’at atau lebih.
Di antara lafal/kalimah yang mempunyai dua qira’at atau lebih dan tidak termasuk qira’at Syazzah, yang dirumuskan dalam sebuah kaidah, adalah: ملك pada surat Al-Fatihah oleh karena mempunyai dua qiraat ( ملك dan مالك ) maka ditulis salah satunya, yaitu dengan ملك (tanpa alif sesudah mim). Demikian juga ومَايَخدَعُوْن oleh karena ada qiraat lain ومَايُخَادِعُون , maka ditulis salah satunya, yaitu dengan ومايخدعون  (tanpa alif sesudah kha’). Perlu diketahui bahwa apabila disebut rasm Usmani, adalah sebuah tulisan tanpa titik dan tanda baca, seperti harakat fathah, kasrah, dammah, sukun dan tasydid.[19]


BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan pembahasan di atas ada beberapa point dari isi makalah ini, pertama mengenai bahasa arab bahwa berasal dari bahasa Mesir kuno yang kemudian megalami perkembangan. Kedua, khat yang digunakan untuk menulis al-quran adalah khat naskhi yang di pakai hingga sekarang, bahkan dalam rasm Ustmani. Ketiga, dalam Islam banyak sekali terdapat jenis khat namun khat-khat tersebut tidak semuanya dipakai untuk menulis al-Qur-an dalam bentuk mushaf.
Dalam rasm usmani ada 6 pokok yang menjadi pembahasan  diataranya adalah
·         Tentang membuang huruf
·         Tentang penambahan huruf
·         Tentang penulisan Hamzah.
·         Tentang penggantian huruf
·         tentang wasl dan fasl.
·         Tentang lafal yang mempunyai dua macam qira’at atau lebih.






DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Al-Zanjani, tarikh Al-quran, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar, Iran: Islamic  Propagation  Organization, 1984
Hisyami Yazid, Ilmu Rasm Pedoman mentashih Mushaf, Banda Aceh: Ar-Rijal Publisher, 2012
Ismail R. Al-faruqi dan Louis Lamnya, Atlas Budaya Islam, terj Ilyas Hasan, Bandung:Mizan, 2003
Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar al-Suyuti, Al-itqan fil ulum al-quran, Beirut: Dar Al Kutub Al-Ilmiyah, 2004
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum al-Quran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992
M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa, Bandung:Mizan,2000
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Kairo: Maktabah As-Sunnah, 1992
Muhammad Hadi Ma’rifat, Tarikh Al-Quran, terj. Thoha Mustawa, Jakarta: Alhuda, 2007
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka setia, 2009
Taufik Adnan Amal, Sejarah Al-quran, Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001




                [1] Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar al-Suyuti, Al-itqan fil ulum al-quran (Beirut: Dar Al Kutub Al-Ilmiyah, 2004),hal. 555
                [2] Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum al-Quran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 60
                [3] Taufik Adnan Amal, Sejarah Al-quran, (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), hal. 125
                [4] Muhammad Hadi Ma’rifat, Tarikh Al-quran, terj. Thoha Mustawa(Jakarta:Huda, 2007), hal. 177
                [5] Abdullah Al-Zanjani, tarikh Al-quran, terj. Kamaluddin marzuki Anwar, (Iran: Islamic  Propagation  Organization, 1984), hal. 6
                [6] M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa, (Bandung:Mizan,2000), hal. 15
                [7] Muhammad Hadi Ma’rifat, Tarikh Al-Quran, terj. Thoha Mustawa, (Jakarta: Alhuda, 2007), hal. 179
[8] Ismail R. Al-faruqi dan Louis Lamnya, Atlas Budaya Islam, terj Ilyas Hasan, (Bandung:Mizan, 2003), hal 392
[9] Ismail R. Al-faruqi dan Louis Lamnya, Atlas Budaya Islam..., hal. 394
                [10] Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, (Kairo: Maktabah As-Sunnah, 1992), hal. 241
                [11] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka setia, 2009), hal. 75
                [12] Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994), hal. 68
[13] Hisyami Yazid, Ilmu Rasm Pedoman mentashih Mushaf, (Banda Aceh: Ar-Rijal Publisher, 2012), hal. 72
[14] Hisyami Yazid, Ilmu Rasm.,,, hal. 74

[15] Hisyami Yazid, Ilmu Rasm Pedoman mentashih Mushaf, (Banda Aceh: Ar-Rijal Publisher, 2012), hal. 137
[16] Hisyami Yazid, Ilmu Rasm..., hal. 138
[17] Untuk lafalسعوْا  di Q.S. Al Hajj (22) : 51 tetap memakai tambahan alif  sesudah waw al-Jam’.
[18] Huruf Hamzah yang berbentuk kepala ‘ain kecil ( ء ) adalah tidak termasuk rasm Usmani, tetapi termasuk tanda baca. Adapun penulisan huruf Hamzah menurut rasm Usmani kadang-kadang tertulis dengan alif misalnya انه, kadang-kadang tertulis dengan waw – misalnya يؤاخذكم , kadang-kadang tertulis dengan ya, misalnya وراى ,  dan kadang-kadang tidak tertulis – misalnya دفء – شىء
[19] Jalaluddin Abdur Rahman Al-Suyuti, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabat wa Matba’at Al-Masyhad al Husaini, 1967), hal.147-156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar